HARGAILAH WAKTU

Di sebuah kota di California, tinggal seorang anak laki2 berusia tujuh tahun
yang bernama Luke. Luke gemar bermain bisbol. Ia bermain pada sebuah tim
bisbol di kotanya yang bernama Little League. Luke bukanlah seorang pemain
yang hebat. Pada setiap pertandingan, ia lebih banyak menghabiskan waktunya
di kursi pemain cadangan. Akan tetapi, ibunya selalu hadir di setiap
pertandingan untuk bersorak dan memberikan semangat saat Luke dapat memukul
bola maupun tidak.

Kehidupan Sherri Collins, ibu Luke, sangat tidak mudah. Ia menikah dengan
kekasih hatinya saat masih kuliah. Kehidupan mereka berdua setelah
pernikahan berjalan seperti cerita dalam buku-buku roman. Namun, keadaan itu
hanya berlangsung sampai pada musim dingin saat Luke berusia tiga tahun.
Pada musim dingin, di jalan yang berlapis es, suami Sherri meninggal karena
mobil yang ditumpanginya bertabrakan dengan mobil yang datang dari arah
berlawanan. Saat itu, ia dalam perjalanan pulang dari pekerjaan paruh waktu
yang biasa dilakukannya pada malam hari.

“Aku tidak akan menikah lagi,” kata Sherri kepada ibunya. “Tidak ada yang
dapat mencintaiku seperti dia”.

“Kau tidak perlu menyakinkanku,” sahut ibunya sambil tersenyum. Ia adalah
seorang janda dan selalu memberikan nasihat yang dapat membuat Sherri merasa
nyaman. “Dalam hidup ini, ada seseorang yang hanya memiliki satu orang saja
yang sangat istimewa bagi dirinya dan tidak ingin terpisahkan untuk
selama-lamanya. Namun jika salah satu dari mereka pergi, akan lebih baik
bagi yang ditinggalkan untuk tetap sendiri daripada ia memaksakan mencari
penggantinya.”

Sherri sangat bersyukur bahwa ia tidak sendirian. Ibunya pindah untuk
tinggal bersamanya. Bersama-sama,mereka berdua merawat Luke. Apapun masalah
yg dihadapi anaknya, Sherri selalu memberikan dukungan sehingga Luke akan
selalu bersikap optimis. Setelah Luke kehilangan seorang ayah, ibunya juga
selalu berusaha menjadi seorang ayah bagi Luke.

Pertandingan demi pertandingan, minggu demi minggu,Sherri selalu datang dan
bersorak-sorai untuk memberikan dukungan kepada Luke, meskipun ia hanya
bermain beberapa menit saja. Suatu hari, Luke datang ke pertandingan seorang
diri.

“Pelatih”, panggilnya. “Bisakah aku bermain dalam pertandingan ini sekarang?
Ini sangat penting bagiku. Aku mohon ?”

Pelatih mempertimbangkan keinginan Luke. Luke masih kurang dapat bekerja
sama antar pemain. Namun dalam pertandingan sebelumnya, Luke berhasil
memukul bola dan mengayunkan tongkatnya searah dengan arah datangnya bola.
Pelatih kagum tentang kesabaran dan sportivitas Luke, dan Luke tampak
berlatih extra keras dalam beberapa hari ini.

“Tentu,” jawabnya sambil mengangkat bahu, kemudian ditariknya topi merah
Luke. “Kamu dapat bermain hari ini. Sekarang, lakukan pemanasan dahulu.”

Hati Luke bergetar saat ia diperbolehkan untuk bermain. Sore itu, ia bermain
dengan sepenuh hatinya. Ia berhasil melakukan home run dan mencetak dua
single. Ia pun berhasil menangkap bola yang sedang melayang sehingga membuat
timnya berhasil memenangkan pertandingan.

Tentu saja pelatih sangat kagum melihatnya. Ia belum pernah melihat Luke
bermain sebaik itu. Setelah pertandingan, pelatih menarik Luke ke pinggir
lapangan. “Pertandingan yang sangat mengagumkan,”katanya kepada Luke.”Aku
tidak pernah melihatmu bermain sebaik sekarang ini sebelumnya. Apa yang
membuatmu jadi begini?”

Luke tersenyum dan pelatih melihat kedua mata anak itu mulai penuh oleh air
mata kebahagiaan. Luke menangis tersedu-sedu. Sambil sesunggukan, ia berkata
“Pelatih,ayahku sudah lama sekali meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil.
Ibuku sangat sedih. Ia buta dan tidak dapat berjalan dengan baik, akibat
kecelakaan itu. Minggu lalu,……Ibuku meninggal.” Luke kembali menangis.

Kemudian Luke menghapus air matanya, dan melanjutkan ceritanya dengan
terbata-bata “Hari ini,…….hari ini adalah pertama kalinya kedua
orangtuaku dari surga datang pada pertandingan ini untuk bersama-sama
melihatku bermain. Dan aku tentu saja tidak akan mengecewakan
mereka…….”. Luke kembali menangis terisak-isak.

Sang pelatih sadar bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat, dengan
mengizinkan Luke bermain sebagai pemain utama hari ini. Sang pelatih yang
berkepribadian sekuat baja, tertegun beberapa saat. Ia tidak mampu
mengucapkan sepatah katapun untuk menenangkan Luke yang masih menangis.
Tiba-tiba, baja itu meleleh. Sang pelatih tidak mampu menahan perasaannya
sendiri, air mata mengalir dari kedua matanya, bukan sebagai seorang
pelatih, tetapi sebagai seorang anak…..

Sang pelatih sangat tergugah dengan cerita Luke, ia sadar bahwa dalam hal
ini, ia belajar banyak dari Luke. Bahkan seorang anak berusia 7 tahun
berusaha melakukan yang terbaik untuk kebahagiaan orang tuanya, walaupun
ayah dan ibunya sudah pergi selamanya…………Luke baru saja kehilangan
seorang Ibu yang begitu mencintainya……..

Sang pelatih sadar, bahwa ia beruntung ayah dan ibunya masih ada. Mulai saat
itu, ia berusaha melakukan yang terbaik untuk kedua orangtuanya,
membahagiakan mereka,membagikan lebih banyak cinta dan kasih untuk
mereka.Dia menyadari bahwa waktu sangat berharga, atau ia akan menyesal
seumur hidupnya……………

SYUKURI APA MILIK KITA

Sering kali orang tidak mensyukuri apa yang diMILIKInya sampai akhirnya ….

Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini berotak cemerlang dan memiliki idealisme tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ”Why not the best,” katanya selalu, mengutip seorang mantan presiden Amerika.

Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht , Belanda, Rani termasuk salah satunya. Saya lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran.

Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ”selevel”; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.

Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat sebagai staf diplomat, bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD. Lengkaplah kebahagiaan mereka.

Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila. Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain.

Setulusnya saya pernah bertanya, ”Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal? ” Dengan sigap Rani menjawab, ”Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK!” Ucapannya itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter mahal. Rani tinggal mengontrol jadwal Alif lewat telepon. Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang banyak.
”Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti.” Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini ”memahami” orang tuanya. Buktinya, kata Rani, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek.

Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Rani menyapanya ”malaikat kecilku”.

Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam, saya iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter. ”Alif ingin Bunda mandikan,” ujarnya penuh harap. Karuan saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, gusar. Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan Tante Mien, baby sitter-nya. Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ”Bunda, mandikan aku!” kian lama suara Alif penuh tekanan. Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga.

Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. ”Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency.” Setengah terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late. Allah sudah punya rencana lain. Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh-Nya.

Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. Ia shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya. Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut, Rani memang menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya sendiri.

Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. ”Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif,” ucapnya lirih, di tengah jamaah yang sunyi. Satu persatu rekan Rani menyingkir dari sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis.

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung di sisi pusara. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu, berkata, ”Ini sudah takdir, ya kan . Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga kan ?” Saya diam saja.

Rasanya Rani memang tak perlu hiburan dari orang lain. Suaminya mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya kosong. ”Ini konsekuensi sebuah pilihan,” lanjut Rani, tetap mencoba tegar dan kuat.
Hening sejenak. Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja.
Tiba-tiba Rani berlutut. ”Aku ibunyaaa!” serunya histeris, lantas tergugu hebat. Rasanya baru kali ini saya menyaksikan Rani menangis, lebih-lebih tangisan yang meledak. ”Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif..” Rani merintih mengiba-iba. Detik berikutnya, ia menubruk pusara dan tertelungkup di atasnya. Air matanya membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Alif. …..

— Nasi sudah menjadi bubur, sesal tidak lagi menolong.
— Hal yang nampaknya sepele sering kali menimbulkan sesal dan kehilangan yang amat sangat.
— Sering kali orang sibuk ‘di luaran’, asik dengan dunianya dan ambisinya sendiri tidak mengabaikan orang-orang di dekatnya yang disayanginya. Akan masih ada waktu ‘nanti’ buat mereka jadi abaikan saja dulu.
— Sering kali orang takabur dan merasa yakin bahwa pengertian dan kasih sayang yang diterimanya tidak akan hilang. Merasa mereka akan mengerti karena mereka menyayanginya dan tetap akan ada.
— Pelajaran yang sangat menyedihkan.

DO IT NOW !

Pada suatu malam Budi, seorang eksekutif sukses, seperti biasanya sibuk memperhatikan berkas-berkas pekerjaan kantor yang dibawanya pulang ke rumah, karena keesokan harinya ada rapat umum yang sangat penting dengan para pemegang saham. Ketika ia sedang asyik menyeleksi dokumen kantor tersebut, Putrinya Jessica datang mendekatinya, berdiri tepat disampingnya, sambil memegang buku cerita baru.
Buku itu bergambar seorang peri kecil yang imut, sangat menarik perhatian Jessica, “Pa liat”! Jessica berusaha menarik perhatian ayahnya. Budi menengok ke arahnya, sambil menurunkan kacamatanya, kalimat yang keluar hanyalah kalimat basa-basi “Wah,. buku baru ya Jes?”,
“Ya papa” Jessica berseri-seri karena merasa ada tanggapan dari ayahnya. “Bacain Jessi dong Pa” pinta Jessica lembut, “Wah papa sedang sibuk sekali, jangan sekarang deh” sanggah Budi dengan cepat. Lalu ia segera mengalihkan perhatiannya pada kertas-kertas yang berserakkan didepannya, dengan serius.

Jessica bengong sejenak, namun ia belum menyerah. Dengan suara lembut
dan sedikit manja ia kembali merayu “pa, mama bilang papa mau baca untuk
Jessi” Budi mulai agak kesal, “Jes papa sibuk, sekarang Jessi suruh mama baca ya” “Pa, mama cibuk terus, papa liat gambarnya lucu-lucu”,
“Lain kali Jessica, sana! papa lagi banyak kerjaan” Budi berusaha memusatkan perhatiannya pada lembar-lembar kertas tadi, menit demi menit berlalu, Jessica menarik nafas panjang dan tetap disitu, berdiri ditempatnya penuh harap, dan tiba-tiba ia mulai lagi. “Pa,.. gambarnya bagus, papa pasti suka”, “Jessica, PAPA BILANG, LAIN KALI!!” kata Budi membentaknya dengan keras, Kali ini Budi berhasil, semangat Jessica kecil terkulai, hampir menangis, matanya berkaca-kaca dan ia bergeser menjauhi ayahnya
“Iya pa,. lain kali ya pa?” Ia masih sempat mendekati ayahnya dan sambil menyentuh lembut tangan ayahnya ia menaruh buku cerita di pangkuan sang Ayah. “Pa kalau papa ada waktu, papa baca keras-keras ya pa, supaya Jessica bisa denger”.

Hari demi hari telah berlalu, tanpa terasa dua pekan telah berlalu namun
permintaan Jessica kecil tidak pernah terpenuhi, buku cerita Peri Imut, belum pernah dibacakan bagi dirinya. Hingga suatu sore terdengar suara hentakan keras “Buukk!!” beberapa tetangga melaporkan dengan histeris bahwa Jessica kecil terlindas kendaraan seorang pemuda mabuk yang melajukan kendaraannya dengan kencang didepan rumah Budi. Tubuh Jessica mungil terhentak beberapa meter, dalam keadaan yang begitu panik ambulance didatangkan secepatnya.
Selama perjalanan menuju rumah sakit, Jessica kecil sempat berkata dengan begitu lirih “Jessi takut Pa, Jessi takut Ma, Jessi sayang papa mama” darah segar terus keluar dari mulutnya hingga ia tidak tertolong lagi ketika sesampainya di rumah sakit terdekat.

Kejadian hari itu begitu mengguncangkan hati nurani Budi, Tidak ada lagi waktu tersisa untuk memenuhi sebuah janji. Kini yang ada hanyalah penyesalan. Permintaan sang buah hati yang sangat sederhana,.. pun tidak terpenuhi. Masih segar terbayang dalam ingatan budi tangan mungil anaknya yang memohon kepadanya untuk membacakan sebuah cerita, kini sentuhan itu terasa sangat berarti sekali, “,…papa baca keras-keras ya Pa, supaya Jessica bisa denger” kata-kata Jessi terngiang-ngiang kembali.

Sore itu setelah segalanya telah berlalu, yang tersisa hanya keheningan dan kesunyian hati, canda dan riang Jessica kecil tidak akan terdengar lagi, Budi mulai membuka buku cerita peri imut yang diambilnya perlahan dari onggokan mainan Jessica di pojok ruangan. Bukunya sudah tidak baru lagi, sampulnya sudah usang dan koyak. Beberapa coretan tak berbentuk menghiasi lembar-lembar halamannya seperti sebuah kenangan indah dari Jessica kecil.

Budi menguatkan hati, dengan mata yang berkaca-kaca ia membuka halaman pertama dan membacanya dengan sura keras, tampak sekali ia berusaha membacanya dengan keras, Ia terus membacanya dengan keras-keras halaman demi halaman, dengan berlinang air mata. “Jessi dengar papa baca ya” selang beberapa kata,.. hatinya memohon lagi “Jessi papa minta maaf nak” “papa sayang Jessi” Seakan setiap kata dalam bacaan itu begitu menggores lubuk hatinya, tak kuasa menahan itu Budi bersujut dan menangis, memohon satu kesempatan lagi untuk mencintai.

Seseorang yang mengasihi selalu mengalikan kesenangan dan membagi kesedihan kita, Ia selalu memberi PERHATIAN kepada kita karena ia peduli kepada kita.

ADAKAH “PERHATIAN TERBAIK” ITU BEGITU MAHAL BAGI MEREKA ? BERILAH “PERHATIAN TERBAIK” WALAUPUN ITU HANYA SEKALI

Bukankah Kesempatan untuk memberi perhatian kepada orang-orang yang kita cintai itu sangat berharga ?

DO IT NOW
Berilah “PERHATIAN TERBAIK” bagi mereka yang kita cintai.

LAKUKAN SEKARANG !! KARENA HANYA ADA SATU KESEMPATAN UNTUK MEMPERHATIKAN DENGAN HATI KITA

KISAH DUA PRIA DI RUMAH SAKIT

Dua orang pria, keduanya menderita sakit keras, sedang dirawat di sebuah kamar rumah sakit. Seorang di antaranya menderita suatu penyakit yang mengharuskannya duduk di tempat tidur selama satu jam di setiap sore untuk mengosongkan cairan dari paru-parunya dan unutk menormalkan jantungnya karena denyutnya sangat lemah. Kebetulan, tempat tidurnya berada tepat di sisi jendela satu-satunya yang ada di kamar itu.

Sedangkan pria yang lain harus berbaring lurus di atas punggungnya. Pria ini sering uring-uringan, bahkan tak jarang membentak anggota keluarga yang menjaga dan perawat yang memeriksanya. Tak jarang pula pria yang satu ini bereriak di malam hari (mungkin karena kesakitan) sehingga mengganggu pasien yang lainnya.

Suatu hari di sore yang cerah, seperti biasa pria yang berada dekat jendela ini duduk. Lalu dia melihat keluar jendela, sambil tersenyum dan dengan wajah yg gembira, “Senang sekali ya seandainya aku bisa berjalan-jalan setiap sore di taman itu, tentunya aku tidak ingin kembali di tempat ini lagi.” gumamnya sambil tetap terlihat tersenyum.
Melihat hal itu pria satunya yang berada di sebelah tempat tidurnya berkata dengan rasa penasaran, “Apa yang kau lihat di luar sana?”

“Di luar jendela, tampak sebuah taman dengan kolam yang indah. Itik dan angsa berenang-renang cantik, sedangkan anak-anak bermain dengan perahu-perahu mainan. Beberapa pasangan berjalan bergandengan di tengah taman yang dipenuhi dengan berbagai macam bunga berwarnakan pelangi. Sebuah pohon tua besar menghiasi taman itu. Jauh di atas sana terlihat kaki langit kota yang mempesona. Suatu senja yang indah.” jelas pria yang duduk

Setiap sore, ketika pria yang tempat tidurnya berada dekat jendela di perbolehkan untuk duduk, ia menceritakan tentang apa yang terlihat di luar jendela kepada rekan sekamarnya. Selama satu jam itulah, pria ke dua merasa begitu senang dan bergairah membayangkan betapa luas dan indahnya semua kegiatan dan warna-warna indah yang ada di luar sana.

Pria pertama itu menceritakan keadaan di luar jendela dengan detil, sedangkan pria yang lain berbaring memejamkan mata membayangkan semua keindahan pemandangan itu. Perasaannya menjadi lebih tenang, dalam menjalani kesehariannya di rumah sakit itu. Semangat hidupnya menjadi lebih kuat, percaya dirinya bertambah.

Pada suatu sore yang lain, pria yang duduk di dekat jendela menceritakan tentang parade karnaval yang sedang melintas. Meski pria yang ke dua tidak dapat mendengar suara parade itu, namun ia dapat melihatnya melalui pandangan mata pria yang pertama yang menggambarkan semua itu dengan kata-kata yang indah. Begitulah seterusnya, dari hari ke hari. Dan, satu minggu pun berlalu.

Suatu pagi, perawat datang membawa sebaskom air hangat untuk mandi. Ia mendapati ternyata pria yang berbaring di dekat jendela itu telah meninggal dunia dengan tenang dalam tidurnya. Perawat itu menjadi sedih lalu memanggil perawat lain untuk memindahkannya ke ruang jenazah.

Kemudian pria yang kedua ini meminta pada perawat agar ia bisa dipindahkan ke tempat tidur di dekat jendela itu. Perawat itu menuruti kemauannya dengan senang hati dan mempersiapkan segala sesuatu ya. Ketika semuanya selesai, ia meninggalkan pria tadi seorang diri dalam kamar.

Dengan perlahan dan kesakitan, pria ini memaksakan dirinya untuk bangun. Ia ingin sekali melihat keindahan dunia luar melalui jendela itu. Betapa senangnya, akhirnya ia bisa melihat sendiri dan menikmati semua keindahan itu. Hatinya tegang, perlahan ia menjengukkan kepalanya ke jendela di samping tempat tidurnya. Apa yang dilihatnya? Ternyata, jendela itu menghadap ke sebuah TEMBOK KOSONG!!!

Ia berseru memanggil perawat dan menanyakan apa yang membuat teman pria yang sudah wafat tadi bercerita seolah-olah melihat semua pemandangan yang luar biasa indah di balik jendela itu.

Perawat itu menjawab, “Sesungguhnya pria tadi adalah seorang yang buta, yang terserang penyakit sangat berat dan akut, bahkan untuk melihat tembok sekalipun dia tidak bisa.” lalu dengan tersenyum perawat itu berkata lagi, “Barangkali ia ingin memberi anda semangat hidup, agar anda bisa lebih sabar untuk melawan penyakit” kata perawat itu.

Mendengar hal itu pria tadi berkaca-kaca. Dia merasa sebagai orang yang cengeng, menyebalkan dan selalu menyusahkan orang bahkan kepada mereka yang ingin berbuat baik kepadanya.
Dan sejak saat itu pria itu tidak lagi suka marah-marah, tidak lagi berteriak meski kesakitan dan selalu tersenyum setiap melihat di luar jendela. Mungkin dia tidak melihat apa-apa, tapi dia membayangkan cerita-cerita indah pria sebelahnya yang selalu menggambarkan keindahan di luar sana.

Ujaran-ujaran yang bersemangat, tutur kata yang membangun, selalu menghadirkan sisi terbaik dalam hidup kita. Menyampaikan setiap ujaran dengan santun, akan selalu lebih baik daripada menyampaikannya dengan ketus, gerutu, atau dengan kesal.
Menyampaikan keburukan, sebanding dengan setengah kemuraman, namun, menyampaikan kebahagiaan akan melipatgandakan kebahagiaan itu sendiri.
Ada hal-hal yang mempesona saat kita mampu memberikan kebahagiaan kepada orang lain.

SEBUAH PIRING KAYU

Disebuah keluarga, ada seorang kakek tua yang hidup bersama anak, menantu dan seorang cucu laki-laki. Penglihatan si kakek sudah kabur. Ia sudah tidak dapat mendengar dengan baik. Lututnya sudah mulai bergetar.
Jika ia duduk dekat meja makan, ia tidak dapat lagi memegang sendok. Kadang-kadang ia lupa pula sup di atas taplak meja. Dari dalam mulutnya selalu saja sup itu mengalir lagi keluar.

Anak laki-laki dan menantu perempuannya merasa jijik dengan hal itu. Oleh sebab itu kakek tua itu akhirnya duduk sendirian di sudut, di belakang sebuah tungku api. Mereka memberi makan hanya dengan mangkok yang kecil. Ia sering tidak mendapat makan dan minum yang cukup dan tentu saja ia tetap
lapar dan haus. Ia melihat apa saja yang ada di meja makan dengan sedih, selanjutnya keluarlah air matanya.

Suatu ketika jemarinya yang sudah tua tidak dapat lagi memegang mangkuk. Mangkuk itu jatuh dan pecah. Menantu perempuannya mengumpat dan mencaci-maki. Tapi, kakek tua itu tidak berkata sedikit pun. Ia membiarkan
semuanya terjadi. Lalu Menantunnya itu membelikannya sebuah piring yang terbuat dari kayu dengan harga yang tidak terlalu mahal. Kini dengan piring kayu itu kakek tua itu harus makan. Piring kayu ini dapat membuat si kakek tua lebih tenang karena tidak dapat pecah.

Suatu hari cucunya yang masih berumur empat tahun mengumpulkan batang-batang kayu di tanah.

“Apa yang sedang kamu buat, Nak ?” tanya ayahnya.

“Saya sedang membuat sebuah piring kayu ,” jawab anaknya polos, “dengan piring ini ayah dan ibu akan makan, jika nanti saya sudah besar.”

Sejurus kemudian ayah dan ibunya saling bertatapan dan mereka mulai menangis. Sejak kejadian itu mereka selalu memapah sang kakek tua ke meja makan, untuk makan bersama. Jika ia lapar atau haus, mereka segera membawakan makanan dan minuman untuknya. Mereka tidak berkata apa-apa, ketika sedikit saja makanan atau minuman tumpah ke lantai.

Semoga cerita ini bisa menjadi pengingat bagi kita, bahwa seberapa menjengkelkan, menyebalkan bahkan lebih buruk dari itu perasaan kita thd orang tua kita…..ketahuilah bahwa mereka-lah orang yang telah melahirkan kita.

Kisah Sedih Si Gadis Miskin

Sudah menjadi kehendak Allah memberinya cobaan berupa penyakit kronis yang bersarang dan sudah bertahun-tahun ia rasakan. Ini adalah cerita kisah seorang gadis yang bernama Muha. Kisah ini diriwayatkan oleh zaman, diiringi dengan tangisan burung dan ratapan ranting pepohonan.

Muha adalah seorang gadis remaja yang cantik. Sebagaimana yang telah kami katakan, sejak kecil ia sudah mengidap penyakit yang kronis. Sejak usia kanak-kanak ia ingin bergembira, bermain, bercanda dan bersiul seperti burung sebagaimana anak-anak yang seusianya. Bukankah ia juga berhak merasakannya?

Sejak penyakit itu menyerangnya, ia tidak dapat menjalankan kehidupan dengan normal seperti orang lain, walaupun ia tetap berada dalam pengawasan dokter dan bergantung dengan obat.

Muha tumbuh besar seiring dengan penyakit yang dideritanya. Ia menjadi seorang remaja yang cantik dan mempunyai akhlak mulia serta taat beragama. Meski dalam kondisi sakit namun ia tetap berusaha untuk mendapatkan ilmu dan pelajaran dari mata air ilmu yang tak pernah habis. Walau terkadang bahkan sering penyakit kronisnya kambuh yang memaksanya berbaring di tempat tidur selama berhari-hari.

Selang beberapa waktu atas kehendak Allah seorang pemuda tampan datang meminang, walaupun ia sudah mendengar mengenai penyakitnya yang kronis itu. Namun semua itu sedikit pun tidak mengurangi kecantikan, agama dan akhlaknya…kecuali kesehatan, meskipun kesehatan adalah satu hal yang sangat penting. Tetapi mengapa?

Bukankah ia juga berhak untuk menikah dan melahirkan anak-anak yang akan mengisi dan menyemarakkan kehidupannya sebagaimana layaknya wanita lain?

Demikianlah hari berganti hari bulan berganti bulan si pemuda memberikan bantuan materi agar si gadis meneruskan pengobatannya di salah satu rumah sakit terbaik di dunia. Terlebih lagi dorongan moril yang selalu ia berikan.

Hari berganti dengan cepat, tibalah saatnya persiapan pesta pernikahan dan untuk mengarungi bahtera rumah tangga.

Beberapa hari sebelum pesta pernikahan, calonnya pergi untuk menanyakan pengerjaan gaun pengantin yang masih berada di tempat si penjahit. Gaun tersebut masih tergantung di depan toko penjahit. Gaun tersebut mengandung makna kecantikan dan kelembutan. Tiada seorang pun yang tahu bagaimana perasaan Muha bila melihat gaun tersebut.

Pastilah hatinya berkepak bagaikan burung yang mengepakkan sayap putihnya mendekap langit dan memeluk ufuk nan luas. Ia pasti sangat bahagia bukan karena gaun itu, tetapi karena beberapa hari lagi ia akan memasuki hari yang terindah di dalam kehidupannya. Ia akan merasa ada ketenangan jiwa, kehidupan mulai tertawa untuknya dan ia melihat adanya kecerahan dalam kehidupan.

Bila gaun yang indah itu dipakai Muha, pasti akan membuat penampilannya laksana putri salju yang cantik jelita. Kecantikannya yang alami menjadikan diri semakin elok, anggun dan menawan.

Walau gaun tersebut terlihat indah, namun masih di perlukan sedikit perbaikan. Oleh karena itu gaun itu masih ditinggal di tempat si penjahit. Sang calon berniat akan mengambilnya besok. Si penjahit meminta keringanan dan berjanji akan menyelesaikannya tiga hari lagi. Tiga hari berlalu begitu cepat dan tibalah saatnya hari pernikahan, hari yang di nanti-nanti. Hari itu Muha bangun lebih cepat dan sebenarnya malam itu ia tidak tidur. Kegembiraan membuat matanya tak terpejam. Yaitu saat malam pengantin bersama seorang pemuda yang terbaik akhlaknya.

Si pemuda menelepon calon pengantinnya, Muha memberitahukan bahwa setengah jam lagi ia akan pergi ke tempat penjahit untuk mengambil gaun tersebut agar ia dapat mencobanya dan lebih meyakinkan bahwa gaun itu pantas untuknya. Pemuda itu pergi ke tempat penjahit dan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi terdorong perasaan bahagia dan gembira akan acara tersebut yang merupakan peristiwa terpenting dan paling berharga bagi dirinya, demikian juga halnya bagi diri Muha.

Karena meluncur dengan kecepatan tinggi, mobil tersebut keluar dari badan jalan dan terbalik berkali-kali. Setelah itu mobil ambulans datang dan melarikannya ke rumah sakit. Namun kehendak Allah berada di atas segalanya, beberapa saat kemudian si pemuda pun meninggal dunia. Sementara telepon si penjahit berdering menanyakan tentang pemuda itu. Si penjahit mengabarkan bahwa sampai sekarang ia belum juga sampai ke rumah padahal sudah sangat terlambat.

Akhirnyai penjahit itu tiba di rumah calon pengantin wanita. Sekali pun begitu, pihak keluarga tidak mempermasalahkan sebab keterlambatannya membawa gaun itu. Mereka malah memintanya agar memberitahu si pemuda bahwa sakit Muha tiba-tiba kambuh dan sekarang sedang dilarikan ke rumah sakit. Kali ini sakitnya tidak memberi Muha banyak kesempatan. Tadinya sakit tersebut seakan masih berbelas kasih kepadanya, tidak ingin Muha merasa sakit. Sekarang rasa sakit itu benar-benar membuat derita dan kesengsaraan yang melebihi penderitaan yang ia rasakan sepanjang hidupnya yang pendek.

Beberapa menit kemudian datang berita kematian si pemuda di rumah sakit dan setelah itu datang pula berita meninggalnya sang calon pengantinnya, Muha.

Demikian kesedihan yang menimpa dua remaja, bunga-bunga telah layu dan mati, burung-burung berkicau sedih dan duka terhadap mereka. Malam yang diangan-angankan akan menjadi paling indah dan berkesan itu, berubah menjadi malam kesedihan dan ratapan, malam pupusnya kegembiraan.

Kini gaun pengantin itu masih tergantung di depan toko penjahit. Tiada yang memakai dan selamanya tidak akan ada yang memakainya. Seakan gaun itu bercerita tentang kisah sedih Muha. Setiap yang melihatnya pasti akan bertanya-tanya, siapa pemiliknya.?

(SUMBER: Serial Kisah Teladan, Muhammad bin Shalih al-Qahthani, seperti dinukilnya dari Mausu’ah al-Qishshash al-Waqi’iyyah dengan perubahan semestinya, Penerbit DARUL HAQ, telp.021-4701616)

PENYESALAN (Hadiah Sang Ayah)

Seorang pemuda sebentar lagi akan diwisuda,sebentar lagi dia akan menjadi seorang sarjana, akhir dari jerih payahnya selama beberapa tahun di bangku pendidikan.

Beberapa bulan yang lalu dia melewati sebuah showroom, dan saat itu dia jatuh cinta kepada sebuah mobil sport, keluaran terbaru dari Ford. Selama beberapa bulan dia selalu membayangkan, nanti pada saat wisuda ayahnya pasti akan membelikan mobil itu kepadanya. Dia yakin, karena dia anak satu-
satunya dan ayahnya sangat sayang padanya, sehingga dia yakin banget nanti dia pasti akan mendapatkan mobil itu. Dia pun berangan-angan mengendarai mobil itu, bersenang-senang dengan teman-temannya,
bahkan semua mimpinya itu dia ceritakan keteman-temannya.

Saatnya pun tiba, siang itu, setelah wisuda, dia melangkah pasti ke ayahnya. Sang ayah tersenyum, dan dengan berlinang air mata karena terharu dia mengungkapkan betapa dia bangga akan anaknya, dan betapa dia mencintai anaknya itu. Lalu dia pun mengeluarkan sebuah bingkisan,… bukan sebuah kunci ! Dengan hati yang hancur sang anak menerima bingkisan itu, dan dengan sangat kecewa dia membukanya. Dan dibalik kertas kado itu ia menemukan sebuah Kitab Suci yang bersampulkan kulit asli, dikulit itu
terukir indah namanya dengan tinta emas. Pemuda itu menjadi marah, dengan suara yang meninggi dia berteriak, “Yaahh… Ayah memang sangat mencintai saya, dengan semua uang ayah, ayah belikan alkitab ini untukku ? ” Lalu dia membanting Kitab Suci itu dan lari meninggalkan ayahnya. Ayahnya tidak
bisa berkata apa-apa, hatinya hancur, dia berdiri mematung ditonton beribu pasang mata yang hadir saat itu.

Tahun demi tahun berlalu, sang anak telah menjadi seorang yang sukses, dengan bermodalkan otaknya yang cemerlang dia berhasil menjadi seorang yang terpandang. Dia mempunyai rumah yang besar dan mewah, dan dikelilingi istri yang cantik dan anak-anak yang cerdas. Sementara itu ayahnya semakin tua dan tinggal sendiri. Sejak hari wisuda itu, anaknya pergi meninggalkan dia dan tak pernah menghubungi dia. Dia berharap suatu saat dapat bertemu anaknya itu, hanya untuk meyakinkan dia betapa kasihnya pada anak itu. Sang anak pun kadang rindu dan ingin bertemu dengan sang ayah, tapi mengingat apa yang terjadi pada hari wisudanya, dia menjadi sakit hati dan sangat mendendam.

Sampai suatu hari datang sebuah telegram dari kantor kejaksaan yang memberitakan bahwa ayahnya telah meninggal, dan sebelum ayahnya meninggal, dia mewariskan semua hartanya kepada anak satu-satunya itu. Sang anak disuruh menghadap Jaksa wilayah dan bersama-sama ke rumah ayahnya untuk mengurus semua harta peninggalannya. Saat melangkah masuk ke rumah itu, mendadak hatinya menjadi sangat sedih, mengingat semua kenangan semasa dia tinggal di situ. Dia merasa sangat menyesal telah bersikap jelak terhadap ayahnya. Dengan bayangan-bayangan masa lalu yang menari-nari di matanya, dia menelusuri semua barang dirumah itu. Dan ketika dia membuka brankas ayahnya, dia menemukan Kitab Suci itu, masih
terbungkus dengan kertas yang sama beberapa tahun yang lalu. Dengan airmata berlinang, dia lalu memungut Kitab Suci itu, dan mulai membuka halamannya. Di halaman pertama Kitab Suci itu, dia membaca tulisan tangan ayahnya, “Sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi orang lain. Dan Tuhan Maha Kaya dari segala apa yang ada di dunia ini”
Selesai dia membaca tulisan itu, sesuatu jatuh dari bagian belakang Kitab Suci itu. Dia memungutnya,…. sebuah kunci mobil ! Di gantungan kunci mobil itu tercetak nama dealer, sama dengan dealer mobil sport yang dulu dia idamkan ! Dia membuka halaman terakhir Alkitab itu, dan menemukan di situ terselip STNK dan surat-surat lainnya, namanya tercetak di situ. dan sebuah kwitansi
pembelian mobil, tanggalnya tepat sehari sebelum hari wisuda itu. Dia berlari menuju garasi, dan di sana dia menemukan sebuah mobil yang berlapiskan debu selama bertahun-tahun, meskipun mobil itu sudah sangat kotor karena tidak disentuh bertahun-tahun, dia masih mengenal jelas mobil itu, mobil sport
yang dia dambakan bertahun-tahun lalu. Dengan buru-buru dia menghapus debu pada jendela mobil dan melongok ke dalam. bagian dalam mobil itu masih baru, plastik membungkus jok mobil dan setirnya, di atas dashboardnya ada sebuah foto, foto ayahnya, sedang tersenyum bangga. Mendadak dia
menjadi lemas, lalu terduduk di samping mobil itu, air matanya tidak terhentikan, mengalir terus mengiringi rasa menyesalnya yang tak mungkin diobati……..

SEBERAPA MAHAL DAN BERHARGANYA KITA PERNAH KEHILANGAN SEBUAH BARANG, NAMUN TAK SEMENYESAL JIKA KITA KEHILANGAN ORANG-ORANG YANG KITA CINTAI (Sebelum kita meminta maaf padanya)…

KISAH SEDIH TENTANG CINTA

Reo dan July adalah sepasang kekasih yang serasi walaupun keduanya berasal dari keluarga yang jauh berbeda latar belakangnya. Keluarga July berasal dari keluarga kaya raya dan serba berkecukupan, sedangkan keluarga Reo hanyalah keluarga seorang petani miskin yang menggantungkan kehidupannya pada tanah sewaan.

Dalam kehidupan mereka berdua, Reo sangat mencintai July. Reo telah melipat 1000 buah burung kertas untuk July dan July kemudian menggantungkan burung-burung kertas tersebut pada kamarnya. Dalam tiap burung kertas tersebut Reo telah menuliskan harapannya kepada July. Banyak sekali harapan yang telah Reo ungkapkan kepada July. “Semoga kita selalu saling mengasihi satu sama lain”,”Semoga Tuhan melindungi July dari bahaya”,”Semoga kita mendapatkan kehidupan yang bahagia”,dsb. Semua harapan itu telah disimbolkan dalam burung kertas yang diberikan kepada July.

Suatu hari Reo melipat burung kertasnya yang ke 1001. Burung itu dilipat dengan kertas transparan sehingga kelihatan sangat berbeda dengan burung-burung kertas yang lain. Ketika memberikan burung kertas ini, Reo berkata kepada July: “ July, ini burung kertasku yang ke 1001. Dalam burung kertas ini aku mengharapkan adanya kejujuran dan keterbukaan antara aku dan kamu. Aku akan segera melamarmu dan kita akan segera menikah. Semoga kita dapat mencintai sampai kita menjadi kakek nenek dan sampai Tuhan memanggil kita berdua ! “

Saat mendengar Reo berkata demikian, menangislah July. Ia berkata kepada Reo : “Reo, senang sekali aku mendengar semua itu, tetapi aku sekarang telah memutuskan untuk tidak menikah denganmu karena aku butuh uang dan kekayaan seperti kata orang tuaku!” Saat mendengar itu Reo pun bak disambar geledek. Ia kemudian mulai marah kepada July. Ia mengatai July matre, orang tak berperasaan, kejam, dan sebagainya. Akhirnya Reo meninggalkan July menangis seorang diri.

Reo mulai terbakar semangatnya. Ia pun bertekad dalam dirinya bahwa ia harus sukses dan hidup berhasil. Sikap July dijadikannya cambuk untuk maju dan maju. Dalam Sebulan usaha Reo menunjukkan hasilnya. Ia diangkat menjadi kepala cabang di mana ia bekerja dan dalam setahun ia telah diangkat menjadi manajer sebuah perusahaan yang bonafide dan tak lama kemudian ia mempunyai 50% saham dari perusahaan itu. Sekarang tak seorangpun tak kenal Reo, ia adalah bintang kesuksesan.

Suatu hari Reo pun berkeliling kota dengan mobil barunya. Tiba-tiba dilihatnya sepasang suami-istri tua tengah berjalan di dalam derasnya hujan. Suami istri itu kelihatan lusuh dan tidak terawat. Reo pun penasaran dan mendekati suami istri itu dengan mobilnya dan ia mendapati bahwa suami istri itu adalah orang tua July. Reo mulai berpikir untuk memberi pelajaran kepada kedua orang itu, tetapi hati nuraninya melarangnya sangat kuat. Reo membatalkan niatnya dan ia membuntuti kemana perginya orang tua July.

Reo sangat terkejut ketika didapati orang tua July memasuki sebuah makam yang dipenuhi dengan burung kertas. Ia pun semakin terkejut ketika ia mendapati foto July dalam makam itu. Reo pun bergegas turun dari mobilnya dan berlari ke arah makam July untuk menemui orang tua July.

Orang tua July pun berkata kepada Reo :”Reo, sekarang kami jatuh miskin. Harta kami habis untuk biaya pengobatan July yang terkena kanker rahim ganas. July menitipkan sebuah surat kepada kami untuk diberikan kepadamu jika kami bertemu denganmu.” Orang tua July menyerahkan sepucuk surat kumal kepada Reo.

Reo membaca surat itu. “Reo, maafkan aku. Aku terpaksa membohongimu. Aku terkena kanker rahim ganas yang tak mungkin disembuhkan. Aku tak mungkin mengatakan hal ini saat itu, karena jika itu aku lakukan, aku akan membuatmu jatuh dalam kehidupan sentimentil yang penuh keputusasaan yang akan membawa hidupmu pada kehancuran. Aku tahu semua tabiatmu Reo, karena itu aku lakukan ini. Aku mencintaimu
Reo…………………………..

July “ Setelah membaca surat itu, menangislah Reo. Ia telah berprasangka terhadap July begitu kejamnya. Ia pun mulai merasakan betapa hati July teriris-iris ketika ia mencemoohnya, mengatainya matre, kejam dan tak berperasaan. Ia merasakan betapa July kesepian seorang diri dalam kesakitannya hingga maut menjemputnya, betapa July mengharapkan kehadirannya di saat-saat penuh penderitaan itu. Tetapi ia lebih memilih untuk menganggap July sebagai orang matre tak berperasan. July telah berkorban untuknya agar ia tidak jatuh dalam keputusasaan dan kehancuran.

Cinta bukanlah sebuah pelukan atau ciuman tetapi cinta adalah pengorbanan untuk orang yang sangat berarti bagi kita.

KISAH SEDIH PUTUS CINTA

 

* Kisah Sedih Di Penghujun Tahun
Sungguh….. bukanlah akhir yg mudah untuk dilalui.
Setiap orang pasti pernah dan akan merasakan kehilangan ataupun ditinggalkan oleh orang tersayang. Entah dengan cara apapun itu, pasti rasanya akan sangat menyakitkan!! Membuat galau dan luka yg mendalam di hati.
Bicara tentang cinta, emank gak pernah ada habisnya.
cinta..
Sungguh sulit untuk dimengerti. Penuh dg canda, tawa, marah, tangis & juga air mata. Cinta itu membahagiakan, tp ada kalanya cinta itu menyakitkan. Terutama bila kita harus kehilangannya.
Mungkin… saat kita putus cinta, kita akan menangis meraung2, mengurung diri selama beberapa waktu & tenggelam dalam kesedihan sambil mengutuk orang yang telah mematahkan hati kita. Tapi, setelah itu semua berlalu.. setelah kita merasa siap untuk memulai hari, kita bisa tersenyum lagi, dan bahkan mungkin saja kita bisa kembali menyapa orang itu tanpa rasa kebencian.
Akan tetapi….
Bagaimana bila kita harus kehilangan seseorang, cinta..untuk selamanya, tanpa kita bisa berjumpa lagi dengannya??!
Bila kita tak bisa ada bersamanya didetik2 terakhir dalam hidupnya… Terlebih lagi bila kita bahkan tak tahu bahwa orang yang kita cintai itu selama ini menutupi penyakitnya itu, dan baru mengetahuinya setelah ia tiada.
“Sungguh, menyayat hati…!!”
Itu lah yang sedang dialami oleh salah seorang sahabatku. Bukan hanya sekali, tapi ini sudah ketiga kalinya dalam hidupnya.
*terjadi secara berurutan*
Untuk pertama kalinya ia mengalami hal ini, ia masih bisa bersabar. Meskipun itu sangat berat, tapi ia mencoba tuk bertahan.
Kedua kalinya.. ia mulai bertanya, “Tuhan, mengapa ini semua terjadi padaku? Harus kah ini ku alami lagi?!”. Tapi dengan ketabahan dan dukungan dari lingkungan sekitarnya, ia pun akhirnya kembali bangkit. Meskipun dalam hati kecilnya terbesit ketakutan akan kehilangan cinta dengan cara yang sama lagi, namun ia tetap bertahan. Kembali mencoba tuk memulai hidup baru.
Akan tetapi…. kini, untuk ketiga kalinya. Ia kembali harus dihadapkan pada situasi yang sama!! Ia bahkan tak sanggup tuk berkata-kata lagi. Habis sudah rasanya, lenyap tak bersisa raganya. Pikirannya pun mulai melayang tak tentu ada di mana. Ia sedih, marah, dan kecewa. “Mengapa ini harus terjadi lagi?! Apakah salahku, hingga Tuhan menghukumku sedemikian rupa. Tak cukup kah 2 kejadian sebelumya!!”, kata-kata itu pun keluar dari mulutnya.
Hancur.. itu pasti. Ia merasa tak sanggup tuk bangkit lagi. Ia pun takut tuk menjalin hubungan lagi, termasuk dengan diriku..sahabatnya yang telah ia kenal sekian tahun! Ia bahkan berkata, “Apa sebaiknya kita menjaga jarak, karena aku nggak mau kehilangan satu orang yang kusayangi lagi!!”.
Ya, Tuhan….
Detik itu juga aku merasa kecewa atas kata-katanya. Namun seketika itu pula aku tersadar… betapa besar rasa sayang yang ia miliki untukku. Bersyukur aku telah mengenal dan memilikinya sebagai seorang sahabat.
Kini, tugasku lah untuk menenangkan hatinya, membuatnya bangkit dari keterpurukan. meskipun mungkin tak banyak yang dapat kulakukan, tapi aku akan berusaha untuk selalu ada disampingnya.
Sahabat…
Di mana pun kau berada, ingatlah…aku kan selalu ada untukmu. Kapanpun itu juga! dan, (mgkn terdengar klise).. tapi percayalah, Allah tak kan mungkin memberikan cobaan melebihi kemampuan umatnya..
Itulah tadi contoh cerita sedih. Semoga anda bisa mengambil nilai positif dari cerita tersebut!

CERITA SEDIH TENTANG IBU

Ini adalah cerita sedih tentang Ibu yang mungkin dapat menjadi inspirasi bagi kita yang membacanya agar senantiasa menyayangi Ibu yang sejauh ini telah bersusah payah untuk membesarkan kita. Cerita sedih tentang Ibu ini aslinya berjudul pengorbanan seorang Ibu yang saya peroleh dari situs cerpen.web.id.

Berikut adalah cerita sedih tentang ibu selengkapnya, semoga teman-teman merasa terhibur sekaligus mendapatkan inspirasi dengan kehadiran cerita ini. Selamat membaca…

Jalannya sudah tertatih-tatih, karena usianya sudah lebih dari 70 tahun, sehingga kalau tidak perlu sekali, jarang ia bisa dan mau keluar rumah. Walaupun ia mempunyai seorang anak perempuan, ia harus tinggal di rumah jompo, karena kehadirannya tidak diinginkan. Masih teringat olehnya, betapa berat penderitaannya ketika akan melahirkan putrinya tersebut. Ayah dari anak tersebut minggat setelah menghamilinya tanpa mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Di samping itu keluarganya menuntut agar ia menggugurkan bayi yang belum dilahirkan, karena keluarganya merasa malu mempunyai seorang putri yang hamil sebelum nikah, tetapi ia tetap mempertahankannya, oleh sebab itu ia diusir dari rumah orang tuanya.

Selain aib yang harus di tanggung, ia pun harus bekerja berat di pabrik untuk membiayai hidupnya. Ketika ia melahirkan putrinya, tidak ada seorang pun yang mendampinginya. Ia tidak mendapatkan kecupan manis maupun ucapan selamat dari siapapun juga, yang ia dapatkan hanya cemohan, karena telahelahirkan seorang bayi haram tanpa bapa. Walaupun demikian ia merasa bahagia sekali atas berkat yang didapatkannya dari Tuhan di mana ia telah dikaruniakan seorang putri. Ia berjanji akan memberikan seluruh kasih sayang yang ia miliki hanya untuk putrinya seorang, oleh sebab itulah putrinya diberi nama Love – Kasih.

Siang ia harus bekerja berat di pabrik dan di waktu malam hari ia harus menjahit sampai jauh malam, karena itu merupakan penghasilan tambahan yang ia bisa dapatkan. Terkadang ia harus menjahit sampai jam 2 pagi, tidur lebih dari 4 jam sehari itu adalah sesuatu kemewahan yang tidak pernah ia dapatkan. Bahkan Sabtu Minggu pun ia masih bekerja menjadi pelayan restaurant. Ini ia lakukan semua agar ia bisa membiayai kehidupan maupun biaya sekolah putrinya yang tercinta. Ia tidak mau menikah lagi, karena ia masih tetap mengharapkan, bahwa pada suatu saat ayah dari putrinya akan datang balik kembali kepadanya, di samping itu ia tidak mau memberikan ayah tiri kepada putrinya.

Sejak ia melahirkan putrinya ia menjadi seorang vegetarian, karena ia tidak mau membeli daging, itu terlalu mahal baginya, uang untuk daging yang seyogianya ia bisa beli, ia sisihkan untuk putrinya. Untuk dirinya sendiri ia tidak pernah mau membeli pakaian baru, ia selalu menerima dan memakai pakaian bekas pemberian orang, tetapi untuk putrinya yang tercinta, hanya yang terbaik dan terbagus ia berikan, mulai dari pakaian sampai dengan makanan.

Pada suatu saat ia jatuh sakit, demam panas. Cuaca di luaran sangat dingin sekali, karena pada saat itu lagi musim dingin menjelang hari Natal. Ia telah menjanjikan untuk memberikan sepeda sebagai hadiah Natal untuk putrinya, tetapi ternyata uang yang telah dikumpulkannya belum mencukupinya. Ia tidak ingin mengecewakan putrinya, maka dari itu walaupun cuaca diluaran dingin sekali, bahkan dlm keadaan sakit dan lemah, ia tetap memaksakan diri untuk keluar rumah dan bekerja. Sejak saat tersebut ia kena penyakit rheumatik, sehingga sering sekali badannya terasa sangat nyeri sekali. Ia ingin memanjakan putrinya dan memberikan hanya yang terbaik bagi putrinya walaupun untuk ini ia harus bekorban, jadi dlm keadaan sakit ataupun tidak sakit ia tetap bekerja, selama hidupnya ia tidak pernah absen bekerja demi putrinya yang tercinta.

Karena perjuangan dan pengorbanannya akhirnya putrinya bisa melanjutkan studinya diluar kota. Di sana putrinya jatuh cinta kepada seorang pemuda anak dari seorang konglomerat beken. Putrinya tidak pernah mau mengakui bahwa ia masih mempunyai orang tua. Ia merasa malu bahwa ia ditinggal minggat oleh ayah kandungnya dan ia merasa malu mempunyai seorang ibu yang bekerja hanya sebagai babu pencuci piring di restaurant. Oleh sebab itulah ia mengaku kepada calon suaminya bahwa kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.

Pada saat putrinya menikah, ibunya hanya bisa melihat dari jauh dan itupun hanya pada saat upacara pernikahan di gereja saja. Ia tidak diundang, bahkan kehadirannya tidaklah diinginkan. Ia duduk di sudut kursi paling belakang di gereja, sambil mendoakan agar Tuhan selalu melindungi dan memberkati putrinya yang tercinta. Sejak saat itu bertahun-tahun ia tidak mendengar kabar dari putrinya, karena ia dilarang dan tidak boleh menghubungi putrinya. Pada suatu hari ia membaca di koran bahwa putrinya telah melahirkan seorang putera, ia merasa bahagia sekali mendengar berita bahwa ia sekarang telah mempunyai seorang cucu. Ia sangat mendambakan sekali untuk bisa memeluk dan menggendong cucunya, tetapi ini tidak mungkin, sebab ia tidak boleh menginjak rumah putrinya. Untuk ini ia berdoa tiap hari kepada Tuhan, agar ia bisa mendapatkan kesempatan untuk melihat dan bertemu dengan anak dan cucunya, karena keinginannya sedemikian besarnya untuk bisa melihat putri dan cucunya, ia melamar dengan menggunakan nama palsu untuk menjadi babu di rumah keluarga putrinya.

Ia merasa bahagia sekali, karena lamarannya diterima dan diperbolehkan bekerja disana. Di rumah putrinya ia bisa dan boleh menggendong cucunya, tetapi bukan sebagai Oma dari cucunya melainkan hanya sebagai babu dari keluarga tersebut. Ia merasa berterima kasih sekali kepada Tuhan, bahwa ia permohonannya telah dikabulkan.

Di rumah putrinya, ia tidak pernah mendapatkan perlakuan khusus, bahkan binatang peliharaan mereka jauh lebih dikasihi oleh putrinya daripada dirinya sendiri. Di samping itu sering sekali dibentak dan dimaki oleh putri dan anak darah dagingnya sendiri, kalau hal ini terjadi ia hanya bisa berdoa sambil menangis di dlm kamarnya yang kecil di belakang dapur. Ia berdoa agar Tuhan mau mengampuni kesalahan putrinya, ia berdoa agar hukuman tidak dilimpahkan kepada putrinya, ia berdoa agar hukuman itu dilimpahkan saja kepadanya, karena ia sangat menyayangi putrinya.

Setelah bekerja bertahun-tahun sebagai babu tanpa ada orang yang mengetahui siapa dirinya dirumah tersebut, akhirnya ia menderita sakit dan tidak bisa bekerja lagi. Mantunya merasa berhutang budi kepada pelayan tuanya yang setia ini sehingga ia memberikan kesempatan untuk menjalankan sisa hidupnya di rumah jompo.

Puluhan tahun ia tidak bisa dan tidak boleh bertemu lagi dengan putri kesayangannya. Uang pension yang ia dapatkan selalu ia sisihkan dan tabung untuk putrinya, dengan pemikiran siapa tahu pada suatu saat ia membutuhkan bantuannya.

Pada tahun lampau beberapa hari sebelum hari Natal, ia jatuh sakit lagi, tetapi ini kali ia merasakan bahwa saatnya sudah tidak lama lagi. Ia merasakan bahwa ajalnya sudah mendekat. Hanya satu keinginan yang ia dambakan sebelum ia meninggal dunia, ialah untuk bisa bertemu dan boleh melihat putrinya sekali lagi. Di samping itu ia ingin memberikan seluruh uang simpanan yang ia telah kumpulkan selama hidupnya, sebagai hadiah terakhir untuk putrinya.

Suhu diluaran telah mencapai 17 derajat di bawah nol dan salujupun turun dengan lebatnya, jangankan manusia anjingpun pada saat ini tidak mau keluar rumah lagi, karena di luaran sangat dingin, tetapi Nenek tua ini tetap memaksakan diri untuk pergi ke rumah putrinya. Ia ingin betemu dengan putrinya sekali lagi yang terakhir kali. Dengan tubuh menggigil karena kedinginan, ia menunggu datangnya bus berjam-jam di luaran. Ia harus dua kali ganti bus, karena jarak rumah jompo tempat di mana ia tinggal letaknya jauh dari rumah putrinya. Satu perjalanan yang jauh dan tidak mudah bagi seorang nenek tua yang berada dlm keadaan sakit.

Setiba di rumah putrinya dlm keadaan lelah dan kedinginan ia mengetuk rumah putrinya dan ternyata purtinya sendiri yang membukakan pintu rumah gedong di mana putrinya tinggal. Apakah ucapan selamat datang yang diucapkan putrinya ? Apakah rasa bahagia bertemu kembali dengan ibunya? Tidak! Bahkan ia ditegor: “Kamu sudah bekerja di rumah kami puluhan tahun sebagai pembantu, apakah kamu tidak tahu bahwa untuk pembantu ada pintu khusus, ialah pintu di belakang rumah!”

“Nak, Ibu datang bukannya untuk bertamu melainkan hanya ingin memberikan hadiah Natal untukmu. Ibu ingin melihat kamu sekali lagi, mungkin yang terakhir kalinya, bolehkah saya masuk sebentar saja, karena di luaran dingin sekali dan sedang turun salju. Ibu sudah tidak kuat lagi nak!” kata wanita tua itu.

“Maaf saya tidak ada waktu, di samping itu sebentar lagi kami akan menerima tamu seorang pejabat tinggi, lain kali saja. Dan kalau lain kali mau datang telepon dahulu, jangan sembarangan datang begitu saja!” ucapan putrinya dengan nada kesal. Setelah itu pintu ditutup dengan keras. Ia mengusir ibu kandungnya sendiri, seperti juga mengusir seorang pengemis.

Tidak ada rasa kasih, jangankan kasih, belas kasihanpun tidak ada. Setelah beberapa saat kemudian bel rumah bunyi lagi, ternyata ada orang mau pinjam telepon di rumah putrinya “Maaf Bu, mengganggu, bolehkah kami pinjam teleponnya sebentar untuk menelpon ke kantor polisi, sebab di halte bus di depan ada seorang nenek meninggal dunia, rupanya ia mati kedinginan!”

Wanita tua ini mati bukan hanya kedinginan jasmaniahnya saja, tetapi juga perasaannya. Ia sangat mendambakan sekali kehangatan dari kasih sayang putrinya yang tercinta yang tidak pernah ia dapatkan selama hidupnya.

Seorang Ibu melahirkan dan membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang tanpa mengharapkan pamrih apapun juga. Seorang Ibu bisa dan mampu memberikan waktunya 24 jam sehari bagi anak-anaknya, tidak ada perkataan siang maupun malam, tidak ada perkataan lelah ataupun tidak mungkin dan ini 366 hari dlm setahun. Seorang Ibu mendoakan dan mengingat anaknya tiap hari bahkan tiap menit dan ini sepanjang masa. Bukan hanya setahun sekali saja pada hari-hari tertentu. Kenapa kita baru bisa dan mau memberikan bunga maupun hadiah kepada Ibu kita hanya pada waktu hari Ibu saja “Mother’s Day” sedangkan di hari-hari lainnya tidak pernah mengingatnya, boro-boro memberikan hadiah, untuk menelpon saja kita tidak punya waktu.

Kita akan bisa lebih membahagiakan Ibu kita apabila kita mau memberikan sedikit waktu kita untuknya, waktu nilainya ada jauh lebih besar daripada bunga maupun hadiah. Renungkanlah: Kapan kita terakhir kali menelpon Ibu? Kapan kita terakhir mengundang Ibu? Kapan terakhir kali kita mengajak Ibu jalan-jalan? Dan kapan terakhir kali kita memberikan kecupan manis dengan ucapan terima kasih kepada Ibu kita? Dan kapankah kita terakhir kali berdoa untuk Ibu kita?

Berikanlah kasih sayang selama Ibu kita masih hidup, percuma kita memberikan bunga maupun tangisan apabila Ibu telah berangkat, karena Ibu tidak akan bisa melihatnya lagi.